LOUVRE, INDAHNYA MAHAKARYA DUNIA
Ketika memperoleh kesempatan berkunjung ke beberapa negara di Eropa pada 2005, saya tidak sabar untuk segera mengunjungi Paris. Pastilah impian saya sama dengan impian banyak orang di dunia. Paris! Oh, siapa yang tidak ingin mengunjungi kota yang begitu indah dan romantis itu?
Ternyata saya hanya memiliki waktu dua setengah hari, sangat tidak cukup untuk menjelajah kota yang memiliki demikian banyak situs dan artefak budaya. Setelah pada hari pertama mengunjungi menara Eiffel, Arch de Triomphe, berlayar menyusuri sungai Seine, jalan-jalan di Champs d’Ellysee, dan masuk gereja Notre Dame (baca : Paris, Ketika Para Dewa Berkarya), pada hari kedua saya dihadapkan pada dua pilihan : mengunjungi Musee du Louvre atau Paleis des Versailles. Pilihan yang sungguh kejam, sungguh menyedihkan, karena saya harus mengorbankan salah satu, padahal saya ingin mengunjungi dua-duanya. Waktu adalah kendala yang tidak bisa diajak kompromi. Dengan segala kepiluan hati, saya memilih mengunjungi Museum Louvre. Versailles adalah istana termegah dan termewah di dunia, yang mungkin bisa saya nikmati melalui VCD. Sedangkan Museum Louvre menyimpan mahakarya lukisan dan patung yang sudah saya baca kisahnya sejak remaja. Karya-karya seni itu tidak cukup hanya ditonton melalui VCD. Saya harus melihatnya sendiri, menyentuhnya, merasakan auranya ….
So, I’m coming, Louvre !
Denah lantai Lower Ground Museum Louvre
Louvre adalah museum terbesar di dunia, memiliki lebar sisi banguan sekitar 1 kilometer yang terbentang antara right bank sungai Seine dan Rue de Rivoli. Bangunan museum terdiri dari 4 lantai, yaitu lower ground floor, ground floor, first floor, dan second floor. Ada 8 kategori karya seni di Louvre, yaitu Oriental antiquities, Egyptian antiquities, Greek, Etruscan and Roman antiquities, Islamic art, sculture, painting , objects d’art, dan graphics art. Ada tiga sayap (wing) bangunan , yaitu Denon, Sully, dan satu wing lagi (saya lupa namanya). Denon adalah yang paling banyak dikunjungi, karena di wing inilah disimpan lukisan Mona Lisa yang sangat terkenal.
Bangunan museum Louvre mulai didirikan pada tahun 1190 M, dan ditetapkan sebagai museum pada tahun 1793 (sebelumnya berfungsi sebagai istana). Main entrance museum Louvre berbentuk pyramida dari kaca yang terdapat di tengah ketiga sayap bangunan. Pyramida ini dibuat pada masa Presiden Francois Mitterand, yang dibangun tahun 1984 – 1989. Arsitek Pyramida adalah Ieoh Ming Pei. Tinggi pyramida 20,6 meter dan lebar sisinya 35 meter. Pembangunan pyramida yang bergaya futuristik ini sempat mengundang kontroversi luas di masyarakat Perancis, karena dianggap tidak sesuai dengan style bangunan Louvre yang antik. Kelompok yang menentang pembangunan pyramida mengatakan bahwa proyek ini adalah ‘Pharaonic Complex’ dari Mitterand. Meskipun demikian pyramida tetap dibangun, dan pada akhirnya menjadi kebanggaan orang Paris.
Interior Pyramida Louvre. Tampak sebagian wing bangunan di luar pyramida kaca.
Saya, suami dan kakak masuk Louvre melalui pintu belakang yang berada di bawah tanah. Di lantai bawah tanah ini terdapat mall besar, dan toko-toko yang menjual beraneka souvenir Louvre. Di hall bawah tanah (yang berada di bawah pyramida kaca), kami harus memilih wing mana yang akan kami masuki. Mengingat luas Louvre mencakup 1 kilometer persegi, tidak mungkin menjelajah ke semua bagian dalam satu hari. Kami memilih Denon, karena di wing inilah disimpan lukisan-lukisan terkenal, antara lukisan Mona Lisa.
Memasuki ruangan-ruangan Louvre memang luar biasa. Lukisan dari abad 15 hingga abad 19 terpajang rapi, dari seukuran koran sampai seukuran kamar. Plafon pun dihiasi dengan lukisan yang langsung dibuat pada bangunan. Dalam perjalanan sejarahnya, seni lukis barat abad 15 – 17 erat berkaitan dengan gereja, sehingga kita bisa melihat banyak lukisan Yesus, Perawan Suci, dan lain-lain. Banyak juga lukisan wanita dan pria telanjang (yang sudah pasti tidak lolos sensor untuk diupload di blog ini … ). Lukisan tentang perjalanan monarki Perancis pun banyak, mulai dari Louis XIV hingga Napoleon.
“Bonaparte on the Bridge of Arcole”, karya Antoine Jean Gros, dibuat pada tahun 1796. Ukuran 73 x 59 cm, cat minyak pada kanvas.
“The Coronation of Emperor Napoleon I and Crowning of Empress Josephine in The Notre-Dame Cathedral in Paris, 2 December 1804″, karya Jacques Louis David, dibuat pada 1806 – 1807. Ukuran 621 x 979 cm, cat minyak pada kanvas.
Empress Josephine (perbesaran dari foto lukisan penobatan Napolein I)
Lukisan penobatan Napoleon I berukuran sangat besar. Sesudah Revolusi Perancis yang menggulingkan Raja Louis XIV, Napoleon menjadi penguasa. Jenderal ini selain suka berperang juga sangat mencintai karya seni. Ia memboyong sangat banyak karya seni yang dikumpulkan dari berbagai wilayah taklukannya dan menempatkan karya-karya seni tersebut di Louvre.
Selain Jacques Louis David, banyak pelukis asal Perancis yang juga membuat mahakarya, seperti Francois Boucher yang mempersembahkan “The Marquise de Pompadour”, Jean Marc Nattier dengan karyanya “Portrait of Young Woman”, dan lain-lain. Beberapa lukisan Leonardo da Vinci juga tersimpan di Louvre selain Mona Lisa, seperti “Portrait of Lady of the Milanese Court”.
“The Marquise de Pompadour” karya Francois Boucher (1721-1764). Ukuran 60 x 45.5 cm, cat minyak pada kertas yang ditempelkan pada kanvas.
“Portrait of a Lady of the Milanese Court”, Leonardo da Vinci (1485-1495). Ukuran 63 x 45, cat minyak pada panel kayu.
“Young Girl Holding Flowers”, dikenal dengan nama “Innocence : Portrait of Nancy Graham”, karya Henry Raeburn dari Inggris (1786-1800). Cat minyak pada kanvas, ukuran 91×71 cm.
Lukisan Mona Lisa, sebagai ratu dari seluruh lukisan di Louvre, ditempatkan di ruangan khusus (baca : Mona Lisa, Senyummu Mengguncang Dunia). Seingat saya, Mona Lisa ada di second floor. Di ruangannya yang cukup luas, berdinding beton dan dilindungi kaca anti peluru, Mona Lisa dipajang sendirian. Ada pagar pengatur antrian (seperti di depan teller bank) untuk mengatur agar semua pengunjung memperoleh giliran melihat si Mona dari dekat. Disini petugas museum juga lebih banyak. Pada saat saya kesana, kebetulan tidak sedang banyak pengunjung, sehingga pagar antrian tidak difungsikan. Meskipun demikian, tetap saja puluhan orang berjubel di luar pagar pembatas yang berjarak sekitar 3 meter dari si Mona, berusaha mencari kesempatan untuk mengambil foto di depan wanita cantik dengan senyum misterius yang sudah berusia 500 tahun ini. Saya beruntung berhasil mencuri kesempatan beberapa detik ketika ruangan agak kosong. Meskipun wajah saya yang kuyu kelelahan (kurang tidur dan terlalu banyak jalan) dibandingkan kecantikan Mona Lisa ibarat bulan gerhana dibandingkan bulan purnama, egp-lah (emang gue pikirin … halah!).
Mona Tuti dan Mona Lisa, bulan gerhana dan bulan purnama …
Bayangkan susahnya mencari kesempatan berfoto bersama si Mona dalam kerumunan seperti ini.
Selain lukisan, Louvre juga menyimpan sangat banyak patung, artefak, dan benda-benda seni lainnya. Disini tersimpan sekitar 400.000 art work, 35.000 di antaranya dipajang (selebihnya berada di ruang penyimpanan). Agak sulit membayangkan bagaimana memelihara sekian banyak benda seni, yang semuanya membutuhkan perawatan khusus karena banyak di antaranya yang sudah berusia ratusan bahkan ribuan tahun (dari zaman Mesir kuno dan Yunani). Salah satu yang menarik dari peninggalan Mesir kuno adalah mumi (baca : Menyapa Mumi Fir’aun, Menatap Pyramida)
“The Horses of Marly” karya Guillaume I Coustou
Di halaman depan Louvre dipajang banyak patung, menjadi bagian yang menyatu dengan bangunan yang bergaya antik. Patung “The Horses of Marly” dipahat oleh Guillaume I Coustou untuk menghiasi horse-pond di Chateau de Marly. Ketika pada tahun 1564 Chaterine de ‘Medici, isteri Raja Henry II memerintahkan untuk membangun Palais des Tuilleries yang terletak berhadapan dengan Louvre, Chateau de Marly diubah menjadi taman. Patung “The Horses of Marly” ditempatkan ke Champs d’Elysees sejak Perang Dunia II, dan dipindahkan ke Louvre pada tahun 1984.
Kaki terasa kaku dan berat setelah berjalan sekian jauh. Otak pun penuh dengan ratusan karya seni yang masing-masing menorehkan kesan tersendiri. Meskipun belum melihat semua isi Louvre, kami keluar melalui Pyramida. Di halaman depan Louvre yang luas banyak sekali merpati abu-abu beterbangan dan berjalan-jalan. Semula mereka agak malu-malu ketika kami beri roti, tetapi setelah saya menunjukkan bahwa saya bukan sosok yang akan mempermalukan mereka, merpati-merpati itu berebut mematuk roti yang saya sebarkan. Ya iyalaah, wong rotinya uenaak, saya aja suka …
Merpati berebut roti …
Mengunjungi Louvre sungguh membuat kita kagum. Bangunan yang sudah sangat tua, dan karya-karya seni yang sudah berusia ratusan bahkan ribuan tahun itu masih terjaga dengan baik, menjadi kebanggaan bangsa Perancis dan dikunjungi sekitar 6 juta orang setiap tahun. Di Tanah Air, kita prihatin mendengar arca-arca purbakala di museum Solo yang dicuri oleh kepala museumnya sendiri dan hendak dijual ke luar negeri. Tamansari di Yogya ‘baru’ berusia 250-an tahun, tapi sudah sulit dilihat landscape aslinya karena banyak yang rusak dan bercampur aduk dengan rumah penduduk (baca : Tamansari, Taman Putri Mandi). Mungkin kalau rakyat kita makmur sejahtera, baru peninggalan-peninggalan itu ‘aman’ ya? Tapi, tapi …. naah ini, yang terlibat pencurian benda purbakala serta perusakan alam dan lingkungan itu bukan hanya rakyat yang susah makan, melainkan para pejabat juga, yang pasti bisa makan apa saja. Jadi, persoalannya bukan pada perut, tapi pada moral. Benarkah demikian?
(Sumber : Wikipedia, Louvre Visitor’s Guide, 7 Centuries of Painting Louvre)